11/12/2011

Menjadi Guru Berkarakter

Upaya  implementasi pendidikan karakter di sekolah, tentu tidak lepas dari peran guru. Berdasarkan kajian teoritis maupun empiris diyakini bahwa keberhasilan pendidikan karakter salah satunya diwarnai oleh  faktor guru itu sendiri.
Barangkali atas dasar itulah, Dr. Uhar Suharsaputra, menghadirkan pemikirannya yang dituangkan dalam buku terbarunya berjudul “Menjadi Guru Berkarakter” yang diterbitkan Paramitra Publishing Yogyakarta, Agustus 2011.
Menjadi Guru Berkarakter
Buku ini menyuguhkan tentang seputar guru dan keguruan dalam perspektif yang berbeda,  baik tentang eksistensi diri sendiri, eksistensi diri dengan peserta didik, eksistensi diri dalam lingkungan organisasi dan keorganisasian, eksistensi diri dalam lingkungan masyarakat, hingga eksistensi diri dalam lingkungan ilmu pengetahuan.
Buku ini tidak berbicara pada tingkatan permukaan profesionalisme guru yang cenderung adminiistratif-formalistik, tetapi mencoba melihat lebih jauh tentang esensi guru dan keguruan sebagai landasan penting dalam pengembangan pribadi guru.
Seorang guru adalah seorang yang telah menyerahkan dirinya dalam organisasi sekolah, dia tidak bisa melakukan tindakan dan berperilaku sesuai keinginan sendiri, tetapi harus dapat menyesuaikan diri dengan peran dan tugasnya sesuai peran dan tuntutan tugas serta aturan organisasi yang menjadi kewajiban bagi seorang guru, oleh karena itu kita, GURU  HARUS TAHU ATURAN, BERSEDIA DIATUR, dan BISA MENGATUR. Tahu aturan bermakna memahami bagaimana mekanisme kerja organisasi, dengan pemahaman itu maka seorang guru harus mau dan bisa diatur sesuai dengan mekanisme yang berlaku, serta harus bisa mengatur dalam arti mengelola secara optimal apa yang menjadi peran dan tugasnya dalam organisasi sekolah
Demikian, sepenggal kalimat yang terungkap dalam isi buku yang berkaitan dengan sikap dan perilaku guru dalam organisasi sekolah. Sementara berkaitan dengan bersikap dan bergaul dengan siswa, dikatakan bahwa:
Guru adalah pelayan mereka untuk mengantarnya pada masa depan yang lebih baik dalam hidup dan kehidupan, dalam ketidakpastian masa depan yang mungkin sedikit dapat dipastikan…
Siswa adalah manusia utuh, maka terimalah dia apa adanya. Siswa adalah individu yang utuh dengan keseluruhan sikap, prilaku, kepribadian serta latar belakang sosial budayanya. Kita tidak bergaul, berinteraksi dengan salah satu aspeknya saja tetapi dengan keseluruhannya…
Kesadaran dan kerelaan menerima kenyataan bahwa interaksi dengan siswa sebagai suatu keseluruhan akan menumbuhkan perhatian (concern), rasa peduli (caring), rasa berbagi (sharing), dan kebaikan yang tulus (kindness).
Dalam penutupnya, penulis menyampaikan  pula bahwa Guru Berkarakter sesungguhnya  bukanlah sesuatu yang bersifat to be or not to be, melainkan a process of becoming. Menjadi guru berkarakter adalah orang yang siap untuk terus menerus meninjau arah hidup dan kehidupannya serta menjadikan profesi guru sebagai suatu kesadaran akan panggilan hidup. Guru berkarakter senantiasa berusaha dan berjuang mengembangkan aneka potensi  kecerdasan yang dimilikinya.
Tentu masih banyak lagi pemikiran menarik lainnya yang bisa dijadikan bahan refleksi bagi kita sebagai guru maupun calon guru dalam upaya  mewujudkan diri menuju  GURU YANG BERKARAKTER.
Informasi tentang buku tersebut bisa Anda kunjungi website di bawah ini:
Menjadi Guru Berkarakter

Buku Penilaian Kinerja Guru (PKG) dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 tahun 2009 mengisyaratkan bahwa untuk kenaikan pangkat dan golongan guru perlu dilakukan Penilaian Kinerja Guru.
Penilaian Kinerja Guru (PKG) adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.
Penilaian Kinerja Guru (PKG) dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
Dalam Penilaian Kinerja Guru (PKG), Guru wajib mencatat dan menginventarisasikan seluruh kegiatan yang dilakukan.
Penilaian Kinerja Guru (PKG) terhadap Guru dilakukan minimal satu kali dalam setahun.
Penilaian Kinerja Guru (PKG) untuk kenaikan pangkat Guru yang akan dipertimbangkan untuk naik pangkat dilakukan minimal 2 kali dalam  satu tahun,  yaitu 3 bulan sebelum periode kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil.
Penilaian Kinerja Guru (PKG) menggunakan instrumen yang didasarkan kepada:  14 kompetensi bagi guru kelas dan/atau mata pelajaran; 17 kompetensi bagi guru BK/konselor, dan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah (Kepsek, Wakasek, dsb.)
Guru Kelas/
Mata Pelajaran
Guru BK/
Konselor
Pedagogi
(7 kompetensi)
Pedagogi
(3 kompetensi)
Kepribadian
(3 kompetensi)
Kepribadian
(4 kompetensi)
Sosial
(2 kompetensi)
Sosial
(3 kompetensi)
Profesional
(2 kompetensi)
Profesional
(7 kompetensi)
Selain itu, dalam Permenpan ini mengisyaratkan pula pentingnya kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dilaksanakan dalam upaya mewujudkan guru yang profesional, bermatabat dan sejahtera; sehingga guru dapat berpartisifasi aktif untuk membentuk insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian.
Pengembangan Keprofesian Guru mencakup tiga kegiatan: (1) Pengembangan Diri; (2) Publikasi Ilmiah, dan (3) Karya Inovatif.
Tujuan umum Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)  yaitu untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah/madrasah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Sedangkan tujuan khusus Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) adalah:
  • Memfasiltasi guru untuk mencapai standar kompetensi profesi yang telah ditetapkan.
  • Memfasilitasi guru untuk terus memutakhirkan kompetensi yang mereka miliki sekarang dengan apa yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya.
  • Memotivasi guru-guru untuk tetap memiliki komitmen melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.
  • Mengangkat citra, harkat, martabat profesi guru, rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang profesi guru.

==========
Info selengkapnya tentang Penilaian Kinerja Guru (PKG) dan  Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dapat diunduh secara parsial melalui tautan berikut ini:
  1. Paparan Permenegpan 16.zip (1.01 Mb)
  2. Overview PKG dan PKB.zip (8.75 Mb)
  3. Proses PKG di sekolah.zip (59.42 Mb)
  4. Penjelasan Proses PAK.zip (38.52 Kb)
  5. Proses Verifikasi Data PKG.zip (178.27 Kb)
  6. Penjelasan PAK.zip (2.43 Mb)
  7. Kesimpulan.zip (294.67 Kb)
  8. Buku Angka Kredit.zip  (3.11 Mb)

11/04/2011

Empat Sehat Lima Sempurna Dalam Matematika


Masih ingat slogan "Empat Sehat Lima Sempurna" yang banyak orang telah mengomentari slogan tersebut. "Empat Sehat Lima Sempurna" diciptakan pada tahun 1950-an. Penciptanya adalah Bapak Gizi Indonesia, Prof. Poerwo Soedarmo. Slogan "Empat Sehat Lima Sempurna" berisikan lima kelompok, yaitu:
  1. Makanan pokok,
  2. Lauk-pauk,
  3. Sayur-sayuran,
  4. Buah-buahan, dan
  5. Susu.
Sewaktu keluar slogan tersebut kita sangat di anjurkan untuk menjalankan "Empat Sehat Lima Sempurna" diatas, tergantung kita-nya mau atau tidak.

Apa hubungannya dengan matematika, sebenarnya dari bahasa tidak ada hubungan yang signifikan, tetapi setelah melihat kendala-kelndala siswa-siswa dalam mempelajari matematika mereka tidak menerapkan "Empat Sehat Lima Sempurna Dalam Matematika". Ini mungkin dapat membantu siswa atau bahkan para guru matematika untuk mempermudah mempelajari matematika itu agar menjadi pelajaran yang menyenangkan.

Apa saja "Empat Sehat Lima Sempurna Dalam Matematika", saya coba jabarkan:

1. Penjumlahan (+)
Penjumlahan merupakan penambahan dua bilangan menjadi suatu bilangan yang merupakan Jumlah. Penambahan lebih dari dua bilangan dapat dipandang sebagai operasi Penambahan berulang, prosedur ini dikenal sebagai Penjumlahan Total (summation), yang mencakup juga penambahan dari barisan bilangan tak hingga banyaknya (infinite).
Penjumlahan mempunyai sifat Komutatif dan Assosiatif, oleh karena itu urutan penjumlahan tidak mempengaruhi hasilnya. Elemen identitas dari penjumlahan adalah nol (0), disini penambahan sembarang bilangan dengan identitas (nol) akan tidak akan merubah angka tersebut. Selanjutnya elemen bilangan invers dari penambahan adalah negatif dari bilangan itu sendiri, di sini penambahan suatu bilangan dengan inversnya akan menghasilkan identitas (nol).

2. Pengurangan (-)
Pengurangan mencari ‘perbedaan’ antara dua bilangan A dan B (A-B), hasilnya adalah Selisih dari dua bilangan A dan B tersebut. Bila Selisih bernilai positif maka nilai A lebih besar daripada B, bila Selisih sama dengan nol maka nilai A sama dengan nilai B dan terakhir bila Selisih bernilai negatif maka nilai A lebih kecil daripada nilai B.
Pengurangan tidak mempunyai sifat baik Komutatif maupun Assosiatif. Oleh karena hal ini, terkadang pengurangan dipandang sebagai penambahan suatu bilangan dengan negatif bilangan lainnya, a - b = a + (-b). Dengan cara penulisan ini maka sifat Komutatif dan Assosiatif akan dipenuhi.

3. Perkalian (*)
Pada intinya adalah penjumlahan yang berulang-ulang. Perkalian dua bilangan menghasilkan Hasil Kali (product), sebagai contoh 4*3 = 3+3+3+3 = 12.
Perkalian, dipandang sebagai penjumlahan berulang, tentunya mempunyai sifat Komutatif dan Assosiatif. Lebih jauh lagi perkalian mempunyai sifat Distributif atas Penambahan dan Pengurangan. Elemen identitas untuk perkalian adalah satu (1), disini perkalian sembarang bilangan dengan identitas (satu) akan tidak akan merubah angka tersebut. Selanjutnya elemen bilangan invers dari perkalian adalah satu-per-bilangan itu sendiri, di sini perkalian suatu bilangan dengan inversnya akan menghasilkan identitas (satu).

4. Pembagian (/atau:)
Pembagian dua bilangan A dan B (A/B) akan menghasilkan Hasil Bagi (quotient). Sembarang pembagian dengan bilangan nol (0) tidak didefinisikan. Selanjutnya bila nilai Hasil Bagi lebih dari satu, berarti nilai A lebih besar daripada nilai B, bilai Hasil Bagi sama dengan satu, maka berarti nilai A sama dengan nilai B, dan terakhir bila Hasil Baginya kurang dari satu maka nilai A kurang dari nilai B.
Pembagian tidak bersifat Komunitatif maupun Assosiatif. Sebagaimana Pengurangan dapat dipandang sebagai kasus khusus dari penambahan, demikian pula Pembagian dapat dipandang sebagai Perkalian dengan elemen invers pembaginya, sebagai contoh A/B =A*(1/B). Dengan cara penulisan seperti ini maka semua sifat-sifat perkalian seperti Komunitatif dan Assosiatif akan dipenuhi oleh Pembagian.

5. LogikaSetiap kita manusia mempunyai logika, tetapi kita sering tidak menggunakannya secara maksimal. Kenapa logika saya kategorikan yang melengkapi ke empat unsur di atas, karena dengan logika matematika itu akan menjadi mudah pengerjaannya. Semua rumus atau persamaan dalam matematika menggunakannya hanya dengan logika, mensubstitusikan unsur-unsur yang diketahui dan menghitungnya dengan menggunakan keempat unsur dasar diatas.

Empat Sehat Lima Sempurna Dalam Matematika yang saya kategorikan menjadi:
  1. Penjumlahan,
  2. Pengurangan,
  3. Perkalian,
  4. Pembagian dan
  5. Logika
Saya tuliskan karena di setiap pembelajaran matematika pada setiap topik pembelajaran yang baru, para siswa tidak kesulitan akan topik pelajarannya seperti: Integral, Differensial, Trigonometri, Program Linier dan sebagainya. Mereka kesulitan di lima hal diatas, semoga tulisan ini dapat membantu pembaca yang budiman membuat matematika itu menjadi hal yang menyenangkan. Anda mempunyai pendapat yang berbeda adalah suatu kewajaran.
http://defantri.blogspot.com/2009/05/empat-sehat-lima-sempurna-dalam.html

Guru adalah Sutradara


Besok sekolah tahun ajaran baru ajan dimulai maka saya coba berbagi cerita tentang GURU. Karena merekalah yang paling berperab di dalam kelas mulai esok hari. Berangkat dari asumsi bahwa sutradara merupakan orang yang berperan besar dalam keberhasilan sebuah film, maka guru dalam proses pembelajaran siswa, agar berhasil, ada baiknya berperan sebagai sutradara.
Analog tersebut setidaknya dilatarbelakangi oleh dua hal.
Pertama:
Kurikulum 2004 memberi keleluasaan kepada guru untuk mengembangkan proses pembelajaran. Depdiknas melalui Balitbang kurikulumnya hanya menetapkan dua komponen dalam silabus, yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar (Kurikulum 2004: 20-30). Komponen lain seperti strategi, materi, alokasi waktu, dan sumber bahan ajar, diserahkan kepada guru untuk dikembangkan sesuai dengan prinsip relevansi, konsistensi, dan adekuasi.
Kata keleluasaan itulah, yang perlu digarisbawahi. Sebab, di dalamnya tersirat makna kreativitas yang idealnya menjadi daya hidup bagi setiap guru. Kita tahu, sutradara bekerja berdasarkan skenario. Tetapi ketika sudah terlibat dalam proses penggarapan film, ia tidak secara kaku menerjemahkan teks skenarionya. Ia harus terus menggali ide dan kreasinya, agar proses penggarapan itu berhasil. Demikian pula guru, tidak harus terjebak pada skenario pembelajaran yang bersifat tekstual. Ia dapat mengupayakan berbagai strategi, materi, dan sumber bahan ajar secara variatif.
Ketika satu strategi dianggap kurang berhasil, guru perlu mencoba strategi lain. Ketika materi dan sumber bahan perlu dikembangkan, ia dapat memanfaatkan potensi sumber bahan yang makin lengkap, dari koran hingga internet.
Ingat, buku teks kini bukan lagi harga mati bagi siswa. Barangkali, semua itu relevan pula dengan ungkapan jawa"guru ora kurang lakon".

Kedua:
Cara pandang sutradara kepada para pekerja film, khususnya para aktor. Mereka selalu berpandangan bahwa pada diri aktor sesungguhnya telah ada bakat dan kemampuan. Tugas sutradara tinggal mengarahkannya. Bagaimana ia dengan sabar dan tekun mengasah talenta para aktor, dengan selalu berprinsip bahwa apa yang mereka lakukan adalah "proses untuk menjadi". Sehingga, mereka tidak pernah berhenti untuk menggali potensi diri.
Demikian pula guru. Paradigma siswa adalah kertas putih yang masih kosong, harus ditinggalkan. Karena pada diri siswa sebenarnya telah ada bakat dan kemampuan. Tugas gurulah, untuk mematangkan segenap potensi itu.
Perlu diingat pula, sutradara yang baik selalu mengenali karakter setiap aktor. Demikian pula guru. Ia perlu mengenali perbedaan karakter siswa dengan baik, sehingga -meski proses pembelajaran bermodel klasikal- guru tidak mematikan prinsip pembelajaran individual.
Lalu, bagaimana bila sutradara itu harus berperan sebagai aktor? Apakah guru juga harus menjadi demikian? Jawabannya, Ya! Ingat adanya ungkapan "A good teacher is an actor".
Jadi guru yang baik juga tahu, kapan saatnya ia berperan sebagai sahabat, orang tua, dan pengajar bagi siswa yang selalu dibanggakannya.
Pertanyaan terakhir, siapkah kita (guru) menjadi sutradara bagi siswa? Jawaban bijak, barangkali: Siap untuk terus belajar dan menempa diri. Bukankah menjadi guru sesungguhnya juga "proses untuk menjadi" yang tak pernah berhenti!
Bila demikian, yang muncul di hadapan siswa adalah sosok guru yang dekat dengan siswa dan mampu menjadi tumpuan harapan untuk membimbing mereka meraih masa depan.
tugas sutradara itu ibarat pencipta sesuatu yang nantinya akan divisualisasikan. dan tentu saja sutradara inilah yang menjadi dalang dalam proses penciptaan itu, di mana pada otak sutradara inilah karya tersebut akan diwujudkan.
gampangannya....si sutradara ini harus mempunyai gambaran, mau diwujudkan seperti apa karya tersebut.

kalau kriteria sutradara, pastinya dia harus paham betul apa yang ingin dia sampaikan dan paham betul tentang seluk beluk bidang yang dia geluti itu, bahkan masalah yang kecil sekalipun.

setahu saya ada dua macam sutradara.
1. sutradara yang menuntut pemainnya untuk memainkan peran sesuai konsepnya atau sesuai apa yang ada di otaknya.
misalnya dalam dunia peran, ketika salah satu pemainnya harus berperan sebagai pengemis, si sutradara itu menuntut pemainnya itu untuk menjadi pengemis sesuai dengan intepretasinya si sutradara ini, bahkan kalau perlu si sutradara ini harus memberi contoh seperti apa pengemis yang dia kehendaki itu.
kasarannya, sutradara ini adalah sutradara yang otoriter, dimana semuanya harus seperti yang ada di otaknya. namun keotoriterannya itu sangat wajar mengingat dialah yang menjadi sutradara (pencipta) dan pemainnya itu sebagai ciptaannya.

kelemahan pada jenis sutradara semacam ini adalah membatasi kreativitas si pemain, mengingat pemainnya adalah manusia juga yang pasti mempunyai daya imaji yang berbeda pula. dan perlu dicatat, kelemahan pada sutradara ini tidak berlaku pada sutradara yang pemainnya adalah benda mati (dalang dengan wayangnya), namun tetap berlaku pula ketika dalang ini berhadapan dengan pemain waranggononya.

namun sekali lagi keotoriteran si sutradara ini tidak bisa disalahkan, karena itu adalah hak dia, dan otomatis untuk para pemain yang berhadapan dengan sutradara semacam ini adalah adanya kesediaan dia untuk menjadi boneka yang mau dibentuk sebagai apapun, terserah si sutradara tersebut (meski dalam kenyataannya sangat sering ditemui kesulitan ketika para pemain ini harus menjadi seperti yang ada di otak si sutradara)

namun asalkan ada komunikasi yang baik antara si sutradara dan pemainnya, adanya kesadaran peran antara sutradara dan pemainnya dan adanya kesadaran si sutradara bahwa si pemain itu juga pastinya mempunyai kekurangan, semuanya bisa di atasi kok.

2. sutradara yang membebaskan para pemainnya untuk memvisualisasikan imajinasi si pemain, asalkan tidak bertentangan dengan isi konsep yang ada di otak sutradara.
dalam hal ini, sutradara memberi kesempatan kepada para pemainnya untuk 'mencari' sendiri jati diri peran mereka masing2 sesuai dengan apa yang mereka imajinasikan namun tetap dalam pantauan sang sutradara. ketika si sutradara melihat bahwa si pemain telah menemukan 'jiwa' yang akan diperankan, di sinilah sutradara memintanya untuk menyimpan 'jiwa' yang telah ditemukan tersebut untuk kemudian digali lebih dalam.

kelemahan dari jenis sutradara ini adalah adanya pandangan adanya kekurang tegasan pada sang sutradara. ada kesan bahwa sang sutradara ini melimpahkan tugas 'menciptakan' karya kepada para pemainnya untuk kemudian tugas dia hanya memilih mana yang pantas dilakukan mana yang tidak.

demikian pendapat saya, dan alangkah lengkapnyalah bila anda bisa menggabungkan kedua jenis sutradara tersebut, mempunyai ketegasan dalam mencutradarai namun tidak memenjarakan imajinasi dan daya kreasi para pemain. Assistant Director:
Hal pertama yang perlu diluruskan tentang Assistant Director/Asisten Sutradara adalah bahwa seorang asisten sutradara BUKANLAH asisten dari sutradara. Asisten Sutradara memiliki job desknya sendiri dan tidak bertanggung jawab pada sutradara, melainkan pada produser. Seringkali seseorang yang ingin menjadi sutradara menganggap bahwa asisten sutradara adalah jenjang untuk menjadi sutradara. Ini adalah suatu pemahaman yang keliru, karena pada dasarnya jenjang berikutnya dari seorang asisten sutradara adalah menjadi produser.
Hal ini disebabkan karena pekerjaan asisten sutradara sangat berhubungan dengan manajemen, bukan kreatif. Asisten Sutradara bertugas untuk membuat breakdown script, mengatur jadwal shooting dan memastikan shooting bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Seorang mentor pernah mengumpamakan bahwa asisten sutradara adalah “bad cop” sementara sutradara adalah “good cop”. Hal ini disebabkan karena asisten sutradara harus menjadi figur yang “galak” di set, sehingga membuatnya menjadi figur yang kurang populer. Namun, berhasilnya sebuah shooting sangat bergantung pada keahlian asisten sutradaranya. Jika seorang asisten sutradara dapat mengatur jadwal dengan baik dan mampu menangani keadaan dengan baik, maka kemungkinan besar shooting akan berjalan dengan baik.
Tugas lain yang sudah menempel pada asisten sutradara adalah berteriak-teriak memberikan segala cue pada crew. Biasanya sutradara akan memberikan cue-nya pada asisten sutradara, kemudian si asisten sutradara yang akan meneriakkannya.
Production Manager/Unit Production Manager:
Production Manager adalah sebuah jabatan yang sangat penting dalam sebuah produksi yang berskala besar. Pada dasarnya tugas Production Manager adalah menjamin shooting bisa berjalan sesuai dengan rencana. Ia adalah seseorang yang bertanggung jawab atas budget yang sudah tersedia, memastikan alat-alat tersedia, memastikan makanan untuk crew tersedia, memastikan ada transportasi untuk semua crew, dan hal-hal lainnya di lokasi shooting. Singkatnya, seorang production manager bertugas menjalankan visi dari seorang produser. Ia juga bertugas untuk mengantisipasi masalah yang akan terjadi dan menangani masalah yang terjadi di lokasi.
Seorang Production Manager mutlak harus memiliki pengetahuan standart produksi film agar bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Jika pengetahuan seperti ini tidak dimiliki, bisa-bisa seorang Production Manager menjadi bulan-bulanan kru. Di hollywood, syarat untuk menjadi seorang Production Manager adalah sudah pernah bekerja selama 260 hari sebagai seorang asisten sutradara.
Pada dasarnya, jika dalam sebuah produksi film sudah ada asisten sutradara dan production manager yang bagus, maka sutradara dapat menjalankan pekerjaannya dengan sangat nyaman dan produksi film dapat berjalan dengan sangat baik.

FUNGSI SUTRADARA
Fungsi disini diartikan dengan tugas dan tanggung jawab seorang sutradara. Secara umum, fungsi sutradara adalah melayani dan sekaligus memimpin pertunjukan atau pementasan di bidang artistik. (Jika dilihat dari persoalan manajemen, seorang Pimpinan Produksi atau Production Managerlah yang melaksanakan fungsi ini).
Secara ideal, fungsi seorang sutradara adalah merencanakan, memutuskan, mengarahkan, mewujudkan dan bertanggung jawab secara artistik dari pertunjukan atau pementasan yang dilaksanakan.
Kedua fungsi ini diemban dan dijalankan serempak dalam suatu ketika (bersama-sama). Tetapi seorang sutradara tidak dapat berjalan sendiri. Ia harus sadar akan dirinya dan kemampuannya. Oleh karena itu, ia membutuhkan orang lain yang dipilih dan diputuskannya (otoritas penuh!) untuk bekerja sama dalam menjalankan kedua fungsi tersebut.
Mereka dipilih dengan berdasarkan pada kebutuhan akan bidang-bidang khusus. Mereka terdiri dari dua kelompok besar yakni: pertama, kelompok pemain atau penari dan kedua, kelompok artistik. Kelompok pertama, sudah jelas, adalah kelompok orang-orang yang memiliki bakat atau keahlian bermain atau menari. Kelompok kedua, adalah orang-orang yang memiliki keahlian atau bakat di bidang perencanaan dan pelaksanaan untuk set/dekor/properti, desain tata cahaya (lampu), komposisi musik dan gerak, busana (kostum), rias wajah/rambut, aturan tata cara peralatan pentas (disebut: Pimpinan Panggung atau Stage Manager), dan pendamping penyutradaraan (disebut: Asisten Sutradara).
Penjabaran dari kedua fungsi sutradara adalah sebagai berikut:
1. Memilih naskah atau menulis naskah sesuai dengan tema yang diberikan.
2. Menafsirkan naskah yang dipilih. (Apabila sutradara sendiri yang menulis naskahnya, maka tingkat kesulitannya akan lebih kecil).
3. Menentukan batang pokok penafsiran dari naskah.
4. Memilih dan menentukan pemain dengan peran (casting) dan pekerja artistik yang dibutuhkan.
5. Memberikan batang pokok penafsiran naskah kepada seluruh personil yang telah dipilih untuk terlibat.
6. Membicarakan dan menyetujui rancangan atau desain set/dekor/properti/cahaya/busana/rias wajah-rambut, komposisi musik dan gerak (tari).
7. Membuat rencana pembiayaan yang dibutuhkan.
8. Melatih pemain dengan baik dan jujur sesuai dengan batang pokok penafsiran naskah yang sudah dipilih.
9. Mengembangkan gagasannya dengan mengacu pada batang pokok penafsiran naskah yang sudah dipilih.
10. Mengamati pertunjukan atau pementasan dan memberikan dorongan moril kepada pemainnya.
Apabila seorang sutradara bermaksud untuk mempercayakan pelaksanaan salah satu fungsinya kepada pihak lain karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, maka seorang sutradara harus pandai-pandai memberikan keseimbangan antara kekuasaan yang ada padanya dengan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada pihak lain tersebut.
http://defantri.blogspot.com/2010/07/guru-adalah-sutradara.html